Kekambuhan sakit jantung tak cuma dipicu oleh aktivitas atau
emosi berlebihan, tetapi juga karena pikiran yang sering galau. Kegelisahan
saat mengalami depresi bisa meningkatkan risiko kekambuhan bagi yang pernah
kena serangan jantung.
Sebuah penelitian di
Tel Aviv University mengungkap, kondisi psikologis berhubungan erat dengan
risiko kekambuhan sakit jantung. Dibanding pasien yang suasana hatinya
baik-baik saja, pasien yang memiliki gejala depresi cenderung lebih mudah kambuh
dalam kurun 10 tahun berikutnya.
Kesimpulan ini ditarik berdasarkan hasil pengamatan terhadap
632 orang pasien serangan jantung, yang dirawat antara tahun 1992-1993. Seluruh
partisipan diamati secara berkelanjutan hingga lebih dari 10 tahun kemudian yakni
sekitar tahun 2005.
Hampir semua partisipan mengalami kekambuhan, namun ada
perbedaan risiko ketika dibandingkan dengan riwayat depresinya. Pasien yang
memiliki gejala depresi ringan memiliki risiko kekambuhan sakit jantung 14
persen lebih tinggi dibanding pasien yang suasana hatinya baik-baik saja.
“Pesannya adalah, para dokter tidak boleh mengabaikan faktor
psikologis pada pasien yang pernah kena serangan jantung. Pasien yang punya
gejala depresi harus lebih diperhatikan,” kata Vicki Myers yang memimpin
penelitian itu, seperti dikutip dari Medindia.
Selama ini, faktor emosi dan kejiwaan memang sering
dikaitkan dengan risiko kekambuhan serangan jantung. Namun jika selama ini
hanya dikaitkan dengan risiko kekambuhan jangka pendek, dalam penelitian ini
faktor psikolgis juga mempengaruhi risiko kekambuhan jangka panjang.
Penelitian ini tidak menjelaskan mengapa bisa demikian.
Namun berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan, faktor kejiwaan sangat bisa
mempengaruhi kondisi fisik secara biologis dan memicu sekumpulan gejala
penyakit yang disebut psikosomatik.